Mengenal Zola
Saat ini pukul 02.00. Setelah membaca sampai halaman 45 salah satu novel karya Emile Zola, perut saya sepertinya menggerutu. Ia bersuara meminta untuk diisi. Alur cerita yang mulai saya nikmati akhirnya terpaksa mandek.
Saya akhirnya harus menuruti nafsu perut tersebut. Dalam perjalanan mencari warung, dengan berjalan kaki, pikran saya masih mengingat alur cerita yang baru saya baca. Ya, salah satu novel karya Emile Zola memang cukup menarik. Terutama si tokoh utamanya. Berhubung warung langganan masih tutup, saya pun memutuskan untuk berjalan-jalan sembari mencari tempat yang lain.
Namun, di tempat yang lain, tanda-tanda adanya warung yang masih buka tak terlihat. Hanya ada beberapa rombong nasi goreng. Kemudian, saya putuskan pergi ke swalayan 24 jam di sekitar temapt tersebut. Satu snack dan satu botol susu murni kecil cukup untuk mengganjal perut. Saat keluar, saya lihat, warung langganan mulai ditata untuk dibuka. Saya pun memutuskan untuk menunggunya di depan swalayan itu. Sembari menunggu, saya teruskan ulasan tentang perkenalan saya dengan Emile Zola.
Emile Zola adalah salah seorang nama sastrawan mancanegara yang baru saya kenal, sangat baru saya kenal malah. Kenal di rak buku di salah satu toko buku di bilangan Surabaya.
Awalnya, saya ingin mencari buku tentang suku felisiana, baik novel maupun babad terjemahan. Fenisia merupakan suku yang mendiami Tunisia. Konon mereka merupakan suku yang kali pertama mengenalkan papyrus, kertas kuno.
Saya sedikit mengetahui suku tersebut saat mencari informasi tentang Mike Shinoda, pentolan band rock alternatif Linkin Park dari Amerika. Sebab, saya lumayan mengaguminya, terutama lirik-lirik lagu yang diciptakannya. Misalnya, numb, burn it down, dan yang terbaru heavy. Termasuk lagu-lagu yang lain.
Dalam salah satu referensi, Mike mengidolakan tokoh bernama Dago. Dago, masih dari beberapa referensi yang saya dapatkan, merupakan raja Kartago, salah satu wilayah penting atau perdagangan yang dihuni banyak suku fenisia. Suku tersebut juga disebutkan berperadaban maju. Karena itu, saya penasaran dengan suku tersebut.
Saat mencari di toko buku, titik terang untuk menemukan suku felisiana tak muncul. Dari deretan buku novel terjemahan, saya beralih ke barisan buku sejarah. Hasilnya nol. Tak dapat saya temukan.
Meski berulang-ulang mencari ke sana kemari, buku tentang suku tersebut tetap tidak ketemu. Pas mencari di bagian rak novel terjemahan, saya tertarik pada cover novel yang memvisualkan peradaban masa lampau. Namun, ternyata itu bukan buku yang saya inginkan. Satu buku kembali menarik perhatian saya. Buku tersebut berwarna putih dengan cover seorang perempuan berpakaian ala noni Belanda atau bergaun hitam di depannya. Wujudnya tampak dari samping, wajahnya tak terlihat total.
Di cover belakang, terdapat ulasan yang menceritakan tentang perselingkuhan yang berujung pada kematian. Pengarangnya bernama Emile Zola. Saya putuskan mengambil buku itu.
Saya pun mencari tahu tentang pengarang tersebut. Dia ternyata merupakan salah seorang sastrawan perancis yang cukup berpengaruh. Zola merupakan sastrawan beraliran naturalisme. Dalam beberapa kritik tentang karyanya, dia sempat disebut sebagai sastrawan yang porno.
Sebab, beberapa karyanya memang bernuansa pornografis. Dalam. Beberapa pendahuluan pada novelnya, Zola sempat membuat tulisan tentang pembelaannya terhadap karya-karyanya. Dia mengatakan, tujuan beberapa novelnya adalah ilmiah. Pembacanya yang sering menyerangnya dengan mengatakan bacaan busuk pada novelnya, disebutnya sebaga penikmat yang kaku dan lugu.
Dia sangat sering menonjolkan watak tokoh dalam novel. Bahkan bisa dibilang sangat kuat. sebab, zola menganggap seni adalah alam yang bisa diindra oleh watak. Demikianlah perkenalan saya dengan zola. Untuk novel tersebut, kelak akan saya tuliskan ulasannya. Tunggu...!! Novel itu berjudul Therese Raquin.
Saya akhirnya harus menuruti nafsu perut tersebut. Dalam perjalanan mencari warung, dengan berjalan kaki, pikran saya masih mengingat alur cerita yang baru saya baca. Ya, salah satu novel karya Emile Zola memang cukup menarik. Terutama si tokoh utamanya. Berhubung warung langganan masih tutup, saya pun memutuskan untuk berjalan-jalan sembari mencari tempat yang lain.
Namun, di tempat yang lain, tanda-tanda adanya warung yang masih buka tak terlihat. Hanya ada beberapa rombong nasi goreng. Kemudian, saya putuskan pergi ke swalayan 24 jam di sekitar temapt tersebut. Satu snack dan satu botol susu murni kecil cukup untuk mengganjal perut. Saat keluar, saya lihat, warung langganan mulai ditata untuk dibuka. Saya pun memutuskan untuk menunggunya di depan swalayan itu. Sembari menunggu, saya teruskan ulasan tentang perkenalan saya dengan Emile Zola.
Emile Zola adalah salah seorang nama sastrawan mancanegara yang baru saya kenal, sangat baru saya kenal malah. Kenal di rak buku di salah satu toko buku di bilangan Surabaya.
Awalnya, saya ingin mencari buku tentang suku felisiana, baik novel maupun babad terjemahan. Fenisia merupakan suku yang mendiami Tunisia. Konon mereka merupakan suku yang kali pertama mengenalkan papyrus, kertas kuno.
Saya sedikit mengetahui suku tersebut saat mencari informasi tentang Mike Shinoda, pentolan band rock alternatif Linkin Park dari Amerika. Sebab, saya lumayan mengaguminya, terutama lirik-lirik lagu yang diciptakannya. Misalnya, numb, burn it down, dan yang terbaru heavy. Termasuk lagu-lagu yang lain.
Dalam salah satu referensi, Mike mengidolakan tokoh bernama Dago. Dago, masih dari beberapa referensi yang saya dapatkan, merupakan raja Kartago, salah satu wilayah penting atau perdagangan yang dihuni banyak suku fenisia. Suku tersebut juga disebutkan berperadaban maju. Karena itu, saya penasaran dengan suku tersebut.
Saat mencari di toko buku, titik terang untuk menemukan suku felisiana tak muncul. Dari deretan buku novel terjemahan, saya beralih ke barisan buku sejarah. Hasilnya nol. Tak dapat saya temukan.
Meski berulang-ulang mencari ke sana kemari, buku tentang suku tersebut tetap tidak ketemu. Pas mencari di bagian rak novel terjemahan, saya tertarik pada cover novel yang memvisualkan peradaban masa lampau. Namun, ternyata itu bukan buku yang saya inginkan. Satu buku kembali menarik perhatian saya. Buku tersebut berwarna putih dengan cover seorang perempuan berpakaian ala noni Belanda atau bergaun hitam di depannya. Wujudnya tampak dari samping, wajahnya tak terlihat total.
Di cover belakang, terdapat ulasan yang menceritakan tentang perselingkuhan yang berujung pada kematian. Pengarangnya bernama Emile Zola. Saya putuskan mengambil buku itu.
Saya pun mencari tahu tentang pengarang tersebut. Dia ternyata merupakan salah seorang sastrawan perancis yang cukup berpengaruh. Zola merupakan sastrawan beraliran naturalisme. Dalam beberapa kritik tentang karyanya, dia sempat disebut sebagai sastrawan yang porno.
Sebab, beberapa karyanya memang bernuansa pornografis. Dalam. Beberapa pendahuluan pada novelnya, Zola sempat membuat tulisan tentang pembelaannya terhadap karya-karyanya. Dia mengatakan, tujuan beberapa novelnya adalah ilmiah. Pembacanya yang sering menyerangnya dengan mengatakan bacaan busuk pada novelnya, disebutnya sebaga penikmat yang kaku dan lugu.
Dia sangat sering menonjolkan watak tokoh dalam novel. Bahkan bisa dibilang sangat kuat. sebab, zola menganggap seni adalah alam yang bisa diindra oleh watak. Demikianlah perkenalan saya dengan zola. Untuk novel tersebut, kelak akan saya tuliskan ulasannya. Tunggu...!! Novel itu berjudul Therese Raquin.
Komentar
Posting Komentar
Salam kenal 😊 Terima kasih sudah berkomentar. Sering-sering mengecek postingan terbaru dari www.omahloretan.blogspot.com yaa 😊