Postingan

Menampilkan postingan dengan label Renung

Berwisata ke Masa Lalu dengan “Peter Pan“ NOAH

Gambar
OMAHLORETAN -  "Akan tiada lagi kini tawamu Tuk hapuskan semua sepi di hati...  -Semua tentang kita- Bagi setiap orang. Ada satu hal entah tempat atau apa pun yang mampu menyalakan jiwa dalam dirinya. Yang berakibat, jiwanya membuka memoar kisah-kisah masa lalu yang seketika tampak dalam benak dan pikirannya saat itu juga. Seperti halnya tertambat dalam musik, suara, serta lirik lagu tertentu.  Itulah yang setidaknya saya alami saat NOAH meluncurkan album Second Chance Taman Langit. Tepat pada Kamis (17/12/2021). Ada semacam tarikan kekuatan yang membawa pada perjalanan ke masa lalu. Tentang situasi ruang, waktu, suasana, dan orang-orang saat lagu-lagu itu kali pertama masuk dalam pendengaran saya.  Foto: peterpan.wordpress.com Lagu "Mimpi yang sempurna" saya dengar saat memasuki usia SD kelas IV. Saat itu saya mendengar dari siaran televisi. Pas di sekolah, saya temukan lirik lagu itu tertulis di sebuah bungkus jajan di kantin dengan wajah personel Peter Pan di sampingn

Ucapkan “Sory, maaf” Bukan Mengumpat

Gambar
OMAHLORETAN -  Suatu sore sekira jam pulang kantor, jalanan tampak lumayan lengang. Langit juga tak menampakkan akan turun hujan. Sebuah motor keluar dari sebuah blok perkantoran. Bergerak perlahan sembari dua orang yang menumpanginya asyik bercerita tentang sesuatu hal. Saking sangat asyiknya bercerita, motor itu bergerak ke arah kanan secara perlahan, menuju sisi bahu jalan sebelah kanan. Perlahan-lahan, sama sekali tidak kencang. Naasnya, si pengemudi lupa menyalakan lampu sen (dibaca: sign alias lampu penanda. Gak mudeng? lampu reteng) ke kanan.  Tiba-tiba dari arah belakang, sebuah lelaki dengan motor Megapro melaju cukup kencang. Stttt, suara pergesekan ban depan Megapro dan aspal terdengar cukup keras. Motor Megapro meliuk-liuk bak barongan Reog Ponorogo dimainkan seniman (tanpa diikuti backsound hok a hok e). Meliuk ke kanan dan ke kiri, sttttt. Jancokkk…. terdengar agak samar suara pengendara Mega Pro. Sementara dua pengendara motor lainnya tetap asyik bercerita di depannya. M

Puisi: Banjir Bandang

Gambar
OMAHLORETAN -   Kabut dalam mata Namanya, masa lalu Mengejang di pelupuk Mencipta samar & ragu Mengirim banjir bandang Kebimbangan Disertai lumpur-lumpur Ketakutan & Kepasrahan Mengantarkan Aroma-aroma rindu Dari dedaunan & bunga Di Pulau Masa Lalu Lupakan, Kini sudah tidak ada waktu

Renung: Mendebatkan Isi Pikiran

Gambar
OMAHLORETAN - Coba saja kita begitu intim dengan perdebatan pikiran dalam lingkup kecil. Kelompok, komunitas, organisasi kantor, divisi, bahkan tim. Ya, meski tetap saja ada yang mesti dibayar atas pilihan pada tradisi itu. Mungkin saja kesopanan menjadi tampak begitu tereduksi. Mengingat, pikiran tak pernah mengenal kamus kata sopan dan santun. Terkadang malah justru terkesan sopan santun tampak tertelanjangi. Maksudnya begini, dalam satu hal apapun, kecil sekalipun, kita terbiasa mengedepankan argumentasi. Kita melihat problem, lantas membahasnya melalui perdebatan argumentasi dan pikiran. Melihat sesuatunya itu dengan kepala, dengan ide, dengan pendekatan yang menyeluruh. Bukan pada hal yang bersifat non- substantif. Misal, soal isu sentimen, isu perasaan, isu suka dan tidak suka. Satu hal baiknya, akan ada satu poin keputusan yang didasari konsep yang sangat matang. Satu konsep yang memiliki dasar argumen dan pikiran yang kuat. Berdasar pengalaman, ada begitu banyak poin kesep

Weton dan Pernikahan

Gambar
OMAHLORETAN - Dalam tradisi orang Jawa, makna weton begitu kuat dan mengakar. Tidak semua orang Jawa sebenarnya. Hanya bagi orang Jawa yang masih kental dan menjunjung tinggi tradisi Jawa. Namun, secara umum orang Jawa masih memegangnya.  Weton sendiri bermakna perhitungan hari lahir seseorang yang digunakan sebagai patokan untuk menunjuk ramalan tertentu. Sederhananya, ada perhitungan tertentu bagi orang Jawa saat lahir dengan angka-angka tertentu. Angka itulah yang selanjutnya dijadikan patokan menentukan suatu ramalan tertentu.  RAISA dan Hamish Daud saat prosesi pernikahan adat Jawa. (Foto: beautynesia.com)  Weton ini hampir mirip dengan horoskop, semacam shio dalam tradisi China. Termasuk zodiak dalam tradisi modern.  Weton terdiri atas Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon. Masing-masing memiliki nilai angka sendiri-sendiri. Yakni, Legi 5, Pahing 9, Pon 7, Wage 4, serta Kliwon 8. Pertanyaannya? Dari mana nilai-nilai angka itu didapatkan? Nah itu, saya tidak tahu. Angka itu diturun

Mendefinisi Apresiasi

Gambar
Asupan gizi "Kripik Mbothe" bentuk sederhana dari apresiasi. (Foto: Xiomi Redminote8)  Tiba-tiba smartphone saya berkedip dan menarik perhatian. WA grup riuh. Ada komplain dari seseorang soal unggahan yang baru saja di-upload tim kami di medsos. Mereka marah. "Kok enak e moro2 upload. Gak duwe sopan-sopan e blas" satu tulisan di salah satu screeshoot. Lantas, saya terdiam. Begitupun rekan rekan. Kami saling menerawang dengan pertanyaan dan jawaban yang muncul dalam pikiran masing-masing. "Padahal, kalo dipikir-pikir kita tuh sebenarnya satu tim alias satu rumah besar.  Cuma gara-gara kita terbagi atas kelompok saja. Rumah besarnya sama," satu chat muncul di grup yang lain. Selalu ada problem dalam organisasi, pikir saya. Saya langsung teringat dengan sejumlah tulisan Mochtar Lubis soal karakter-karakter negatif bangsa Indonesia. Bukan apa apa. Sebab, selalu ada hal yang mesti dipertanyakan soal sikap-sikap kita sebagai bangsa. Aku dan kamu. Kita! Ke

Pandemi yang Bisa Kita Renungi

Gambar
Foto: Unsplash/Mufid Majnun Ada begitu banyak dampak negatif yang timbul karena pandemi. Kedatangannya yang tanpa permisi membuat sejumlah masyarakat masih berharap ini semua adalah mimpi.  Namun, pandemi memang benar-benar terjadi. Terjadi hampir setahun lebih. Tahun 2020 berjalan tak terasa bak dongeng yang meminta masyarakat di rumah saja. Dan, tanpa terasa kini telah masuk tahun 2021. Namun, sebenarnya pandemi tak melulu soal sesuatu yang negatif dan buruk. Ada beragam renungan yang dapat kita petik dari rentetan peristiwa akibat pandemi ini. Bahkan, ada renungan itu yang 'menampar' kita yang tak pernah membayangkan akan terjadi masa seperti yang terjadi saat ini. Coba kalian renungi.  Kita pasti akan kembali alias (Mati)  Korban akibat pandemi Covid-19 terus berjatuhan. Daya dan upaya juga terus dikerahkan. Baik dilakukan oleh masyarakat maupun pemerintah. Namun, kematian itu terus saja datang.  Kita semua pada akhirnya akan melalui hal yang sama. Meninggalkan kehidupan d

Merokok di Bawah Gedung 21 Lantai

Gambar
Foto: medium.com Ada banyak alasan kita merasa capek. Lalu, orang lain juga capek lho. Bukan kamu saja. Orang lain juga. Mereka juga merasa sumpek lho. Kesal juga lho. Jangan pernah egois ya.  Kali ini Jangger benar-benar merasa kepayahan. Seusai pekerjaan yang bisa dikerjakannya selesai, ia langsung bergegas menjauhi meja kerja dan seisinya. Entah kenapa, dalam kondisi kalut, apapun yang berhubungan dengan kerjaan yang belum usai itu tampak menjadi sangat memuakkan. Lepaskan, ungkap hati si Jangger. Keluar gedung dan menyalakan sigaret selalu menjadi salah satu obat mujarab yang bisa dilakukan si Jangger dalam kondisi itu. Bergegaslah ia ke lift dan turun ke lantai 1, selanjutnya pergi ke pojok gedung, lalu duduk di kursi berderet dan menyalakan sigaret dengan korek api. Diisaplah sigaret itu dengan kemelut pikir yang mengendap-endap mencari jawaban. Tak selang berapa lama, si Munip menyusul. Salah seorang kawan kantornya yang kurang lebih memiliki hobi sama. Menghabisk

Bima, Mega, dan Cuci Tangan

Gambar
Sumber: intiruh.com Tapi, yang terpenting dari semua itu adalah menghargai dan menjaga perasaannya. Di manapun, kapan pun dan dalam kondisi apapun. "Sek-sek jajal cuci tanganmu wes bener opo durung?" ungkap teman saya di kantor pada suatu siang seusai dia kembali dari toilet. "Penting iki. Aku wingi search delok tutorial. Benere pie" tambahnya lagi, kemudian memperhatikan saya. Ketika itu, saya memang tengah mengambil cairan pembersih tangan. Mendengar itu seperti ada sebuah tantangan dan tanpa basa-basi saya lakukan. "Woh, wes iso arek iki. Kok ngerti carane cuci tangan? tanyanya kembali dengan sedikit penasaran. "Wo, iyo tekan berita seng mok tulis. Lek gak ngono meme cuci tangan seng mok gawe iki mestian" katanya lagi menerka-nerka. Saya tak langsung menjawab. Dari pernyataan itu pula, pikiran saya langsung teringat dengan satu cerita teman saya. Bagi saya lumayan menarik. ... "Minggu ini kamu pulang?" "Iya, a

Sebelum Ranukumbolo

Gambar
"Ya Allah wes meh teko yo. Iyo ketok kae tendo-tendone," ungkap teman saya gembira. Kala itu gerimis, medan lumayan menanjak. Jalanan juga begitu becek. Tak ayal beberapa kali sepatu teman saya terlepas. Dalam kondisi sangat dingin, malam hari dan minim pencahayaan, kami berupaya sampai pada waktunya. Ya, kala itu pukul 1.15 dini hari. Kami sampai di punggung bukit di depan Ranukumbolo. Tepatnya jalur sebelum atau menuju pos 4. Kala itu saya bertiga. Bersama dua teman perempuan saya. Kami terpecah saat berada di jalur menuju pos 4. Total rombongan sepuluh orang. Cuaca saat itu sangat tidak mendukung. Ditambah suasana capek dan ingin segera sampai dan istirahat. Rombongan bersepuluh terpisah jadi dua rombongan. Tujuh orang sudah di depan. Saya bertiga di belakang. Ego mesti dijauhkan dalam kondisi lumayan buruk saat itu. Saya mengambil posisi di belakang saat jalanan datar. Sementara,saat jalanan menanjak, saya mengambil posisi di tengah. Benar, tanjakan menj

Hai Bandung, Hai Millea ..

Gambar
Dalam definisi saya, baik secara dekriptif maupun geografis, Bandung adalah salah satu kota yang uwuwuwu. Jangan mencari definisi uwuwuwu di KBBI, jelaslah gak ada. Tapi, bagi saya, kata ini lumayan mewakili. Dan, saya rasa butuh beberapa kata dalam bahasa Indonesia untuk menggambarkannya jika tidak memakai kata uwuwuwu. Iya, menggambarkan si Teteh Gelius Bandung ini. Itu jelas boros, lebih dari satu kata. Kata mantan yang kini sudah mau nikah (hiks) itu nggak baik. Saya ingat. Kata dan nama Bandung kali pertama saya dengar ketika di TK. Saat sekelas anak-anak kecil polos diminta saling memegang pundak temannya. Lalu, terdengar nyanyian "Naik kereta api tut tut tut.. Siapa hendak turut. Ke Bandung, Surabaya.. Bolehlah naik dengan percuma. Ayo kawanku lekas naik. Keretaku tak berhenti lama". Iya, benar dari situ. Bandung. Kenapa harus ke Bandung dan Surabaya? Kenapa naik kereta?. Lhah mbuh. Berikutnya, nama Bandung kembali terpahat di pikiran saya. Tepatnya saat SD k

Sepenggal Kisah Mbak Nana (Najwa Shihab)

Gambar
“Anak Muda, mari kita ubah orientasi tak terjebak gaya hidup menumpuk materi. Hidup jujur  sederhana , menolak jalan instan menghalalkan segala cara.” SIAPA yang tak mengenal Mbak Nana, sapaan karib Najwa Shihab. Presenter kondang yang meghujamkan pertanyaan-pertanyaan kritis nan tajam kepada setiap bintang tamunya. Baik mereka para pengusaha, politikus, maupun pejabat publik dibikin shock dengan segala pertanyaan yang tak terduga. Beragam capaian penghargaan bergengsi telah mampu ditorehkan putri Quraish Shihab ini selama berkarya dalam dunia jurnalistik. Dan, ada banyak kisah maupun cerita yang menarik di balik kesuksesan Mbak Nana menjadi sosok inspiratif bagi anak muda. Berikut sedikit ulasan saya: 1.       Lulusan FH UI Di balik capaian gemilangnya di bidang jurnalistik, Najwa bukan lulusan ilmu komunikasi lho atau program studi yang berhubungan dengan broadcasting. Najwa Shihab ternyata tercatat sebagai alumnus atau lulusan Fakultas Hukum (FH) Universi

Dirgahayuu

Gambar
Jika kata netizen kisah Milea dan Dilan sangat romantis, saya tak peduli. Sebab, kalian tahu, PIH lebih romantis. Terima kasih teman-teman... 😊 Ada banyak sebab bagian tubuh kita yang bernama mulut dan gigi membentuk simpul yang enak dilihat. Ya, membentuk lekukan sedemikian rupa yang dikenal dengan senyuman. Benar. Itulah tersenyum alias senyuman. Kali ini bukan hal-hal lucu sekaligus aneh yang membuat saya tersenyum. Jauh bukan perkara hal yang dinamis alias aksi gerak yang tak terlupakan. Namun, sebuah benda statis yang dinamai foto. Laju perkembangan teknologi yang kian cepat begitu terasa dalam kehidupan sosial saat ini. Saat ini momen-momen apalah itu selalu bisa terdokumentasi dengan baik oleh peranti yang dinamai gawai ini. Ya. Gawai. Tanggal 19 Januari menjadi bukti semua itu. Ya, pada tanggal tersebut saya memperingati hari kelahiran. Hari saat suara tangis saya pecah karena tak ingin berpisah dari baunya surga. Karena harus menjalani hukuman di bumi. Tepat tan

Jangan Marah kepada Seorang Pemarah

Gambar
Ilustrasi: Feri Fenoria Di sebuah perusahaan media, hal semacam itu terkesan menjadi hal lumrah. Selain karena status swasta perusahaan yang persaingannya ketat, dunia media memiliki sisi kekejaman atas pola kerja yang cepat. Suara gebrakan meja dengan diikuti umpatan sangat terdengar jelas. Bagi siapa pun yang berada di sekitarnya, tak ada hal yang bisa di lakukan, kecuali hanya diam dan berpura tidak mendengar. Memang sikap itu terlihat sangat pengecut. Tapi mau bagaimana lagi. Apalagi jika status kita sama-sama bukan siapa-siapa alias hanya sebagai karyawan biasa. Di sebuah perusahaan media, hal semacam itu terkesan menjadi hal lumrah. Selain karena status swasta perusahaan yang persaingannya ketat, dunia media memiliki sisi kekejaman atas pola kerja yang cepat. Meski demikian, tetap muncul insting sisi kemanusiaan ketika harus melampiaskan kekesalan dengan menyalahkan orang lain. Namun, itulah yang biasa terjadi. Kesan itu saya dapati betul. Khususnya ketika meli

Karikatur yang Tak Beratur

Gambar
Bagi saya,  memandang sebuah objek yang non-realis,  tapi bukan pula surealis,  selalu menarik dan lumayan bertahan cukup lama.  Saya masih sangat ingat,  ketika duduk di bangku SD,  sore tepatnya,  ibu saya hendak mengajak pergi ke rumah nenek. Segala persiapan dan seluruh keluarga pastinya diajak.  Namun, kala itu,  kartun Tsubasa sangat menarik perhatian saya. Bahkan, instruksi Ibu untuk saya bersiap tak ter-record sama sekali. Saya tetap meliarkan imajinasi yang saya peroleh dari visualisasi kartun Tsubasa tersebut.  Turut hanyut dan membayangkan bahwa dunia ini tidak nyata alias indah seperti visual kartun itu,  pikir saya. Itulah seni.  Ia merupakan seongok megic yang mampu memberikan energi.  Seperti halnya yang melekat pada seni-seni yang lain semacam sastra berwujud puisi,  prosa, maupun drama. Ia merupakan energi yang mengaktifkan sinyal imajinasi pada manusia. Itu bukan berarti tidak baik atau negatif.  Imajinasi dalam bahasan tersebut bermakna keaktifan sinyal otak