Ucapkan “Sory, maaf” Bukan Mengumpat

OMAHLORETAN - Suatu sore sekira jam pulang kantor, jalanan tampak lumayan lengang. Langit juga tak menampakkan akan turun hujan. Sebuah motor keluar dari sebuah blok perkantoran. Bergerak perlahan sembari dua orang yang menumpanginya asyik bercerita tentang sesuatu hal.

Saking sangat asyiknya bercerita, motor itu bergerak ke arah kanan secara perlahan, menuju sisi bahu jalan sebelah kanan. Perlahan-lahan, sama sekali tidak kencang. Naasnya, si pengemudi lupa menyalakan lampu sen (dibaca: sign alias lampu penanda. Gak mudeng? lampu reteng) ke kanan. 


Tiba-tiba dari arah belakang, sebuah lelaki dengan motor Megapro melaju cukup kencang. Stttt, suara pergesekan ban depan Megapro dan aspal terdengar cukup keras. Motor Megapro meliuk-liuk bak barongan Reog Ponorogo dimainkan seniman (tanpa diikuti backsound hok a hok e). Meliuk ke kanan dan ke kiri, sttttt. Jancokkk…. terdengar agak samar suara pengendara Mega Pro.




Sementara dua pengendara motor lainnya tetap asyik bercerita di depannya. Mereka juga cukup kaget ada suara gesekan ban itu. Pemboncengpun menjadi tersadar bahwa dirinya lupa menyalakan lampu sen. 


“Aduh aku lali ngempakne reteng,” ungkap batin si pembonceng.


Keduanya lantas tetap melanjutkan perjalanan tanpa adanya niat mengengas motornya untuk cepat-cepat menjauh dari pengendara Megapro yang nyaris terjerembab di aspal. Motor keduanya tetap digas dengan kecepatan yang pelan, perlahan-lahan dan tidak tergesa-gesa. 


Lalu, terdengar suara klakson yang bertubi-tubi dari arah belakang. Teettt teett teett… sembari terdengar suara-suara teriakan yang tidak begitu jelas. Dari arah belakang, kecepatan motor Mega pro itu menjadi kencang. Saking kencangnya dia ternyata kebablasan dengan motor yang ditumpangi dua orang tersebut. 


Mukanya telihat sangat merah. Matanya melotot dan menatap tajam pengendara yang nyaris membuatnya cedera. Karena posisinya agak ke depan, pengendara Mega pro memelankan laju motornya. Sembari berteriak -teriak tidak begitu jelas.

Saat dua motor itu berdekatan, dua orang yang nyaris ditubruk Mega pro berteriak sory dan minta maaf.

“Sory sory mas. Sepurane,” teriak pengendara itu.

Sesekali keduanya melambaikan tangan kirinya mengisyaratkan stop alias berhenti. Seketika, wajah pengendara Mega pro tampak tak jadi memerah (dipadakke koyo wong jatuh cinta). Isyarat kemarahan yang tampak di wajahnya sesaat sebelumnya tiba-tiba hilang alias tak tampak. 


Pengendara Mega pro pun terlihat pasrah dan memaklumi kesalahan yang tidak sengaja itu. Lantas dia langsung menggeber motor Mega Pronya dengan cepat ke depan. Tanpa adanya adegan baku hantam atau semacamnya seusai terdengar kata maaf itu. 


Pada akhirnya, memang amarah akan selalu datang dan menghinggapi siapa pun di dunia ini. Terutama manusia. Memaksa sesuatu hal akan selalu baik-baik saja, berlaku baik kepada kita, adalah sebuah kemustahilan. Yang menjadi pembeda setiap manusia itu adalah bagaimana cara menghadapi amarah itu muncul. 


Saya membayangkan jika tidak keberterimaan itu juga menghinggapi dua pengendara motor itu. Yang ada, hal negatif justru malah kian terjadi dan membesar. Keduanya bisa saja terlibat pertarungan di jalanan. Lalu pengendara lain menyaksikan, terjadilah kemacetan dan hal tidak baik lainnya.


Yang memang sulit dalam menghadapi situasi seperti itu adalah keikhlasan dan kerelaan mengakui kesalahan serta meminta maaf. Meski hal itu tampak begitu sulit, hendaknya kita memulai itu dari diri kita. Dan kita berdoa, hal itu mampu juga dilakukan para oknum pemerintahan yang sering melukai hati rakyatnya (sok-sokan menasihati oknum pemerintahan :).


Terakhir, jika tulisan ini kurang begitu menarik, saya juga minta maaf.



Baca juga:


Komentar