Jangan Marah kepada Seorang Pemarah

Ilustrasi: Feri Fenoria


Di sebuah perusahaan media, hal semacam itu terkesan menjadi hal lumrah. Selain karena status swasta perusahaan yang persaingannya ketat, dunia media memiliki sisi kekejaman atas pola kerja yang cepat.



Suara gebrakan meja dengan diikuti umpatan sangat terdengar jelas. Bagi siapa pun yang berada di sekitarnya, tak ada hal yang bisa di lakukan, kecuali hanya diam dan berpura tidak mendengar.

Memang sikap itu terlihat sangat pengecut. Tapi mau bagaimana lagi. Apalagi jika status kita sama-sama bukan siapa-siapa alias hanya sebagai karyawan biasa.

Di sebuah perusahaan media, hal semacam itu terkesan menjadi hal lumrah. Selain karena status swasta perusahaan yang persaingannya ketat, dunia media memiliki sisi kekejaman atas pola kerja yang cepat.

Meski demikian, tetap muncul insting sisi kemanusiaan ketika harus melampiaskan kekesalan dengan menyalahkan orang lain. Namun, itulah yang biasa terjadi.

Kesan itu saya dapati betul. Khususnya ketika melihat langsung kejadian seperti itu. Amarah selalu saja muncul. Dan merasa tidak terima atas perlakuan itu. Meski, saya tidak pernah merasakan langsung.

Pikiran saya selalu menerawang soal cara yang lebih baik dari intimidasi dengan verbal maupun yang lain tersebut. Atau mungkin dengan cara yang lebih manusiawi dari itu.

Namun, itulah kenyataannya. Terdapat kemungkinan amarah muncul. Kapan pun dan di manapun. Termasuk di dunia media semacam itu.

Akhirnya tiba pada suatu ketika, saya berperan sebagai seseorang yang marah-marah. Saya ingin misoh-misoh atau mengumpat, menggebrak meja. Bahkan mungkin membanting keyboard.

Kekesalan muncul saat menemui pekerjaan yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ditambah amarah dan waktu yang kian mepet, gejolak emosi memang tak terbendung. Dan akhirnya itulah yang terjadi. Marah-marah hanya untuk menalarkan pikiran kembali.

Itulah yang benar terjadi. Saya dapat mengambil hikmah dan kini merasakan para mereka yang pemarah itu.

Ternyata memang benar kata Sabrang, setiap potongan kehidupan itu tak mampu dipahami seseorang dalam rentang waktu tertentu. Dibutuhkan instal pembacaan atas apa yang terjadi di lingkungan sekitar. Termasuk perkara itu.

Dan, kita tak diperkenankan untuk menjadi seseorang yang kagetan. Mengeklaim merasa lebih baik. Mengolok yang lain meski itu jelas disepakati sebagai hal yang negatif.

Sebab, kita belum tentu bisa menempati peran pada seseorang yang kita anggap kurang atau negatif itu. Ada banyak hal yang tidak bisa dimengerti dalam kehidupan ini.

Artinya, kita mesti pandai-pandai mengasah kepekaan. Terutama agar naluri tak berpikir atas apa pun yang terjadi bisa dikurangi. Dan tepatnya mempertajam naluri berpikir dengan jernih dan luas.

Sebab, angkara murka itu bakal tetap ada. Tinggal bagaimana kita dikuasai atau menguasai. Dan, kelak Anda akan menemui bagian hidup untuk sangat marah-marah agar tak marah-marah. Bagaimana? Sudahkah Anda bingung? Saya pun demikain. Anda boleh marah.


Komentar