Mendefinisi Apresiasi
Asupan gizi "Kripik Mbothe" bentuk sederhana dari apresiasi. (Foto: Xiomi Redminote8) |
Tiba-tiba smartphone saya berkedip dan menarik perhatian. WA grup riuh. Ada komplain dari seseorang soal unggahan yang baru saja di-upload tim kami di medsos. Mereka marah.
"Kok enak e moro2 upload. Gak duwe sopan-sopan e blas" satu tulisan di salah satu screeshoot.
Lantas, saya terdiam. Begitupun rekan rekan. Kami saling menerawang dengan pertanyaan dan jawaban yang muncul dalam pikiran masing-masing.
"Padahal, kalo dipikir-pikir kita tuh sebenarnya satu tim alias satu rumah besar. Cuma gara-gara kita terbagi atas kelompok saja. Rumah besarnya sama," satu chat muncul di grup yang lain.
Selalu ada problem dalam organisasi, pikir saya. Saya langsung teringat dengan sejumlah tulisan Mochtar Lubis soal karakter-karakter negatif bangsa Indonesia. Bukan apa apa. Sebab, selalu ada hal yang mesti dipertanyakan soal sikap-sikap kita sebagai bangsa. Aku dan kamu. Kita!
Kenapa kita tidak solid? Meski, berada di satu tim yang besar padahal.
Seperti halnya kasus itu. Saya menyadari bahwa selalu ada tidak berterimaan dari karya yang "dipakai" orang lain. Saya pun demikian.
Misalnya, Anda telah mengambil video dan mengeditnya sedemikian rupa, lalu ternyata sdah jadi. Dan, yang memunculkannya ke publik bukan Anda, melainkan orang lain. Bagaimana perasaan Anda? pasti gak terima. Benar kan? Mungkin sebagian besar orang akan demikian (hanya prediksi, semoga tidak benar).
Kenapa kok demikian ya? Menurut saya, kerumitan itu, salah satunya, disebabkan kurang dan minimnya budaya apresiasi yang sehat di lingkungan kita. Terutama di lingkungan masyarakat kita. Terutama lagi di lingkungan bangsa kita.
Ketidakberterimaan itu muncul karena tak rela apresiasi itu meleset mengarah pada yang bukan haknya. Sementara, kita dalam hal ini mungkin bos atau yang lain "seringkali" menilai karya itu dari siapa yang mengunggahnya duluan. Gak pusing-pusing menelusuri siapa dan bagaimana proses-proses karya itu terjadi. Alias tradisi apresiasi kita kadang terjadi tidak sehat.
Saya begitu sangat ingat saat gak sering laporan dianggap tidak bekerja. Ya, benar juga sih kita mesti laporan. Tapi kenapa harus saling menunjukkan untuk dapat diakui dan diapresiasi. Bukan karena profesionalitas dari sistem kerja yang sudah sama-sama disepakati. Pada akhirnya, budaya apresiasi yang tidak sehat itu kian bersambut.
Satu sisi ada yang gak terlalu peduli soal proses, di sisi lain ada ajang untuk menunjukkan diri. Yang pada akhirnya sampai pada tahap saling mencurigai dan membandingkan bobot kerja.
"Kon mung ngene ae. Kon mek ngene ae. Ngene angel lho. Iki gaweane berat lho. Dan seterusnya"
Sehingga dalam tataran ruang horozontalpun budaya apresiasi itu semacam emang tidak ada. Ada, tapi sebenarnya sangat rapuh. Tidak melihat satu sama lain sebagai hal yang setara. Dan tidak melihat dalam sistem kerja itu sebagai kesatuan yang saling menguatkan.
Karena itu, wajar jika akhirnya ada yang begitu ingin menunjukkan diri. Ini lho adalah karyaku. Karya yang tak buat dengan proses-proses kreatif, pikir, dan feeling yang gak gampang.
Di sisi lain, ada pemimpin yang gak urusan sama proses. Bahkan setelah karya jadi dan menarik tak pernah muncul apresiasi apa pun. Sehingga problem soliditas dan rasa menghargai kemampuan satu dengan yang lain menemui jalan buntu alias rodok angel.
Jadi, intinya adalah kita perlu belajar saling mengapresiasi antar sesama. Di lingkungan-lingkungan terdekat. Yang paling minim adalah tidak menganggap dan membandingkan pekerjaan. Yang jauh lebih penting saling mengerti tentang bobot pekerjaan satu dengan yang lain lah dalam satu tim. Sebab, bangsa ini tidak akan pernah pada tahap benar-benar mendapat apresiasi saat bangsa ini masih belum dan tidak tau apa itu apresiasi. Mari saling mengapresiasi. Begitulah.
Lalu, untuk dapat mewujudkan itu. Belajar mengapresiasi itu, sederhananya, dapat Anda sematkan pada tulisan yang "hamboh piye" ini. Ingat kita mesti saling belajar mengapresiasi. Meskipun, saat membaca tulisan ini, batin Anda bilang jangkrik tulisan opo seh iki. Hayo katanya mau belajar mengapresiasi? 😁
Komentar
Posting Komentar
Salam kenal 😊 Terima kasih sudah berkomentar. Sering-sering mengecek postingan terbaru dari www.omahloretan.blogspot.com yaa 😊