Bagi Hairudin, Kekurangan Bukan Hambatan






Mengenyam pendidikan, magang, di UNAIR memberikan sebuah semangat baru bagi Hairudin untuk berupaya mewujudkan pendidikan yang lebih baik di Ternate. 



Hairudin Patilaia, 31, selalu teringat dengan kisah perjuangan mengenyam pendidikan di kotanya. Kisah tersebut berawal dari kisah perantauannya di Sulawesi Utara hingga kota-kota lain di Sulawesi saat menginjak usia 12 tahun. 

Bahkan, dia menjadi saksi perpecahan etnis yang menimbulkan kerusuhan di daerah Bajo, Selawesi Utara. Akhirnya perantaunya berhenti di Kota Ternate, Maluku Utara.

Kini Hairudin menjadi seorang dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhamadiyah Ternate, Maluku Utara. Sehari-hari pria pengagum sosok Soekarno tersebut menjalani rutinitas sebagai akademisi sekaligus sekretaris program studi. Berbekal keuletan, ketelatenan, dan pengalaman perjuangan mengenyam pendidikan, dia berupaya memberikan pendidikan terbaik untuk daerahnya meskidengan segala kesederhanaan dan kekurangan sarana prasarana.

Bagi Hairudin, mengembangkan pendidikan itu sangat penting dan wajib bagi semua akademisi. Yakni,  sebagai sebuah pengabdian terhadap bangsa dan negara. " Kekurangan sarana dan prasarana bukan sebuah halangan untuk menghentikan kiprah kita sebagai pendidik. Namun, kita tetap wajib memberikan sesuatu yang terbaik untuk daerah dan negara," ungkapnya.

Proses pendidikannya berawal pada 1988 di SD Inpres Soligi. Kemudian, Hairudin melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Obi hanya sampai pada kelas VIII. Sebab, di sana, terjadi kerusuhan antaretnis dan umat beragama. Hal tersebut memaksa Hairudin pindah ke SMP Negeri 1 Wajo, mulai kelas VIII kembali sampai pada 1999. 

Jenjang SMA ditempuhnya di SMA Negeri 1 Pasar Wajo. Lalu, dia melanjutkan S-1 di Universitas Muhamadiyah Ternate, Maluku Utara, dan S-2 di Universitas Indonesia Timur Makasar, Sulawesi Selatan.

Sempat memiliki keinginan untuk mendalami keilmuan pertanian dan bercita-cita menjadi seorang Insinyur, Hairudin merasa bidang yang digelutinya saat ini adalah bidang yang tepat dengan dirinya. "Pada awalnya, sempat berupaya masuk fakultas pertanian dan berusaha menjadi seorang insinyur. Namun, entah kenapa, kenyataan-kenyataan setelah SMA menuntun kita masuk bidang kesehatan. Khususnya kesehatan masyarakat. Mungkin ini adalah jalan Tuhan untuk kita,"  ungkapnya.

Nasionalis
Walau sehari-hari menjadi seorang dosen, naluri kecintaannya terhadap bangsa dan negara tidak pernah menemui kebuntuan. Hairudin selalu ingat bagaimana perjuangannya menempuh pendidikan dulu. Karena itu, naluri berbagi ilmu dan memberikan pendidikan untuk daerahnya menjadi sebuah panggilan dan kewajiban. 

Salah satunya, keikutsertaanya dalam program pemberdayaan masyarakat Ternate. Hairudin menjabat sebagai ketua program kegiatan belajar masyarakat (PKBM) Rumah Tahanan (RUTAN) Ternate yang memiliki program utama pengentasan buta huruf pada seluruh penghuni rutan. 
Selain itu, kini Hairudin kembali merasa terpanggil untuk ikut serta mengembangkan pendidikan di Ternate. Yakni, berusaha menyeragamkan sistem, metode, dan administratif perguruan tinggi di Ternate dengan perguruan-perguruan tinggi negeri ternama di Indonesia. 

Karena itu, dia kini mengikuti program LP3I, yaitu program magang dosen dari Kementerian Perguruan Tinggi di lima perguruan tinggi negeri ternama di Indonesia. Yakni, Universitas  Airlangga (UNAIR), Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Pertanian Bogor (ITB), dan Institut Teknologi Bandung (IPB). kini dia menjalani program tersebut di Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, selama lima bulan, 24 Juni­-24 Nopember 2013.

"Untuk pendidikan, Ternate sangat jauh tertinggal dengan perguruan tinggi negeri di Jawa. Karena itu, mengenyam pendidikan bagi kita tidak untuk dibatasi, melainkan terus kita cari untuk sebisa mungkin dikembalikan kepada masyarakat. Untuk daerah, kita ikut mengisi kemerdekaan ini dengan pendidikan yang baik. Kita anggap keterjangkauan daerah terluar Indonesia bukan suatu masalah yang berarti jika semuanya memiliki semangat untuk menjadikan sebuah kekurangan tersebut menjadi batu loncatan untuk menciptakan sebuah kelebihan," ungkapnya. 

Mengenyam pendidikan, magang, di UNAIR memberikan sebuah semangat baru bagi Hairudin untuk berupaya mewujudkan pendidikan yang lebih baik di Ternate. 





*Tulisan ini adalah asli,  bukan rekayasa, sebagai tugas saat kuliah, matkul bahasa Indonesia jurnalistik.  Tanpa sengaja,  saya bertemu beliau,  Hairudin,  bersama sang istri dan anaknya di sebuah warung penyetan di daerah Karangmenjangan. Kala itu kami menonton pertandingan timnas Indonesia.  Saat pertandingan itulah, kami serta-merta terlibat pembicaraan yang sama tentang timnas. Hingga akhirnya kami sering ngobrol di tempat yang serupa pada malam-malam berikutnya.  Bahkan, beliau beserta keluarga sempat berkunjung ke kampung halaman saya, Blitar, untuk mengenal lebih dekat sosok yang dikagumi beliau,  Bung karno. 

Komentar