Urip Werno-Werno



Namanya bukan manusia jika senang berkomentar dan kadang tak ingin dikomentari.  Namun,  hal itu tampaknya memang sudah menjadi naluri yang harus disalurkan oleh mereka. Bukan cuma saya,  Anda pasti sering mendengar komentar miring soal teman atau orang lain. Dan,  pada akhirnya,  kita sering tak sadar untuk ikut berkomentar pula. Padahal,  komentar itu adalah hal yang subjektif. Yang kadang tak pernah dekat dengan kebenaran.

Dalam kehidupan,  kebenaran terbagi menjadi tiga.  Yakni,  kebenaran individu,  kelompok,  dan kebenaran mutlak. Tiga hal itulah yang sering memicu terjadinya sikap saling membicarakan satu dengan yang lain.

Keberbedaan dan ketidaklaziman sangat berpotensi menimbulkan ujaran perkomentaran.  Padahal,  tidak semua hal bisa dipahami manusia satu dengan yang lain.  Apalagi dengan menyamakan semuanya.

Ibarat sebuah laptop,  kemampuan sofware sangat menentukan pembacaan terhadap file tertentu. Tak ubahnya dengan manusia,  apa yang dialami maupun tindakan yang dipilih tak semuanya bisa dimengerti orang lain. Dibutuhkan pengalaman tertentu untuk memahami hal tersebut.

Jadi,  memukulratakan apa yang dilihat dengan segala hal yang bersifat subjektif atau kebenaran kelompok perlu ditelaah kembali.  Itulah yang selanjutnya saya sebut sebagai bahasa-bahasa kehidupan yang sangat beragam.

Setiap manusia memiliki bahasa-bahasanya sendiri.  Bahasa itu sangat erat kaitannya dengan latar belakang,  sosial budaya,  dan wahyu. Salah bagi mereka yang menyamakan bahasa-bahasa tersebut menjadi satu grand design kebenaran tentang kehidupan.

Sebab,  tiga hal itu, antara seorang dan yang lain,  sangat berbeda.  Lebih baik  kita tak mudah berkomentar terhadap orang lain,  terutama yang negatif. Kita mesti menyadari bahwa hidup itu sangat runyam dan pelik. Banyak bahasa-bahasa kehidupan yang tak terbahasakan. Sering kita tak menyadari hal tersebut.

Karena itu,  hiasilah hidup dengan kebijakan.  Budayakan berpikir dengan jernih.  Sebab,  banyak bahasa yang tak terbahasakan muncul di sekitar kita.  Lantas,  kita menggunakan sofware murahan untuk memahaminya.  Padahal, kita adalah makhluk yang berakal.  Hendaknya bertanyalah kepada dirimu. 

Komentar