Kita Yang Masih Tersandera
Lk/ Bukan... Kamu jangan salah paham. Ini hanya sebuah kebetulan. Kamu jangan demikian...
Semuanya ini bisa aku jelaskan...
Dan setelah pembicaraan itu, tanganmu tiba-tiba melayang ke pipiku. Seketika tanpa pamit, kau meninggalkanku keluar tak menoleh sedikit pun. Dan, aku mematung lantas mencecapi pilu-pilu kisah yang terburu-buru.
Kr/ efek zoom..
Diiringi melodi melantun lambat.
Duduk melutut. Keringat mengikut. Air mata bercucur dan bergelayut. Telunjuk lengan kanan terangkat pelan.
Seketika itu,
Irama sepi dan sunyi bergelayut. Seperti halnya nada-nada syahdu dan sepi menusuk serta mengisi ruang-ruang ragu. Kembali terdengar, lagi
Pr/ Langkahku berat, seakan tak kuasa mengangkat, walau hanya sejengkang.
Mataku lembab, namun masih bertahan untuk tak tumpah di tempat terjadi debat..
Beberapa detik kemudian, tubuhku tergopoh, duduk layu menyandar dinding rumah kusam tak bertuan di bawah atap cakrawala, menghempas napas pejamkan mata.
Lk/ Lantas, sembari tangan yang bergetar, aku mencoba menghubungimu lewat bermacam saluran komunikasi digital...
Tapi, yang ku dapatkan hanya bunyi tut tut tut secara periodik yang malah tambah membuat kacau suasana...
Ku tatap pintu, ku saksikan senyummu merekah sembari menatap dengan tajam..
Kenangan kali pertama saat ikrar kebersamaan kita yang terujar tiba-tiba seenak udelnya muncul dalam suasana yang cukup kalut ini. Dan aku pun beranjak, dan keluar mengejarmu...
Tapi, yang kutemukan hanya potongan-potongan kisah bahagia kita yang dengan sadisnya mengeceku. Dan pada ujugnya, wajah semringahmu tak lagi kutemukan...
Pr/ Bayangan demi bayangan, kenangan demi kenangan runtuhkan suasana yang tak karuan..
Ego terus memacu diri untuk kembali, berbalik kemudian menghampiri..
Namun sepertinya seluruh asa tak mau lagi dipaksa, dan hati telah jera tersebab rasa kecewa pada janji-janji yang pernah kau tata..
Berdiri lemas tepat di depan jendela panjang terpajang di sudut kiri ranjang,
Wajahku merah sedikit memadam, ketika kubuka gawai lalu saksikan pesan dan panggilan datang telah kuabaikan..
Lk/ Kamu ke mana?
Apa kamu tidak tahu aku di sini mulai sekarat menanti kabarmu?
Setelah pertengkaran pagi tadi, aku tak cukup punya ketenangan untuk berpikir baik tentang ketidakadakabarannya kamu...
Sosok seorang laki-laki yang selalu mengganguku sehingga mataku tak henti-hentinya lepas dari gawai nomor saluran komunikasi digitalmu.
Pr/ jangan tanyakan ke mana setelah hilangku ditelan malam.
Jangan hanya diam berpangku lengan beralas dipan menunggu aku datang.
Kau peduli dan masih anggap aku seperti dulu, ataukah sekadar pandang aku bak bunga layu tak berkelopak??
Masih lekat, masih ingat, pada sebuah kenangan cacat, di malam itu..
Kau justru mengantarnya pulang tak berpamitan, tinggalkan tubuh lemasku berdiri lunglai dipinggir jalan.
Esoknya.. kau datang dan beralasan,
lusanya.. satu pertunjukan kembali terulang.
Lalu, untuk apa lagi kau terus berkicau menungguku, terus bertutur menantiku..
Untuk apa??
Lk/ Mungkin sudah kali kesekian. Kamu menuduhku seolah aku berpaling dengan yang lain.
Apa kamu tak pernah menyadari bahwa kali kesekian pula aku tetap bermuara kepadamu adalah kepolosan yang menunjukkan perasaan kesungguhan sayangku kepadamu.
Dan malam itu, aku tiba-tiba menjadi seorang yang bodoh. Saat tanganmu kembali bermuara pada dadaku
Lantas kamu meninggalkanku di depan rumahmu tanpa ada bisik dan suara.
Yang kurasakan kala itu hanya degup jantung yang kembali memompa dengan secepat-cepatnya. Linglung tiba-tiba mengerogotiku seketika.
Lantas, ku saksikan, seluruh lampu rumahmu padam, dan kau lempar aku satu pesan...
"Pulanglah, aku tak mau mendengarkan penjelasanmu. Semuanya sdah jelas,"
Dan, kuhubungi kamu lewat gawai, ku dapatkan bunyi tut tut tut periodik kembali...
Pr/ "Brakkkk"
Pintu kayu tertutup kaku.Wajah merah basah bersimbah air mata pilu..
Tubuhku masih menetap di baliknya, menatap bayangmu masih berlabuh dalam rabun cerita lama.
Sesekali, ku lihat dari balik jendela kaca bertirai merah muda. Kusibak perlahan agar kau tak mendapatinya
Dalam kalbu, aku tak tega.. melihat ragamu berdiri kaku di depan pagar setinggi bahu.
Dengan paksa, ku kirim sejumlah kata dengan maksud agar kau segera pergi dari raguku meninggalkanmu sendiri di luar sana,
Sesaat, kulihat kau menatap layar gawai cepat, masih kusaksikan sampai akhirnya kau pergi dari sini..
Sejujurnya, aku tau kau selalu bertanya apa mauku.
Tanyakan pada hatimu.
Apakah pintanya masih sama seperti dulu?
Jika tidak, ku persilahkan kau menghapus janjimu yang dulu. Sedangkan aku, akan masih diam menunggu kenangan itu dilebur sang waktu.
Lk/ Langkah kakiku kembali berat. Kebingunganku kian menjadi-jadi..
Rona wajah merahmu dan senyummu kembali mengganguku. Tepatnya kenangan-kenangan kita kala berjumpa di depan rumahmu saat senja mulai merona untuk membingkai kisah petualangan kita.
Namun, langkahku juga kembali berat saat berupaya menyapamu dan mengetuk pintu rumahmu. Sebab, aku tak terima jika sang waktu yang tengah kalut ini kian merenggut kisah kita yang indah menjadi kian picik dan semakin berbekas luka..
Hingga, ku dengan berat dan hati bergetar kubiarkan dirimu berselimut kemarahan yang tak bisa kulukiskan.
Pr/ Bentang cakrawala senja lukiskan sebuah ingat kisahku denganmu di pantai tak bertamu kala itu.
Hanya dua insan. Aku dan kau. Duduk di pelataran pelabuhan.
Masih kuingat lagi, kau persembahkan sebuah lagu berlirik hati sebelum akhirnya kau ucapkan sebuah janji.
Setiap perkataan yang kau lontarkan, ibarat aku adalah bidikan, pedang pun tak jadi tajam, tersebab kau yang menghunuskan.
Lamunku sore ini, biaskan kenangan kisah kita kembali..
Namun kusadari,
suaramu kini hilang tak terdengar lagi. Jua ragamu yang tak kerap lagi kujumpai.
Di depan cermin, lantas aku mematung. Tangan kanan menggenggam sebuah barang yang terakhir kau berikan. Kuselipkan dalam sebuah buku hitam tebal bertuliskan "memoar".
Dengan mata berkaca, hatiku kembali berkata "Ku akui, memang aku yang terus bersembunyi, agar kau tak lagi mencari. Meskipun hati, tak pernah ingin didustai."
Kisah berikutnya..
Lk/ Apa kamu percaya pada sebuah ungkapan tentang hubungan dua insan yang dilanda linglung?
Dan tepat pada suatu waktu, di antara keduanya mesti saling merelakan untuk memberikan kesempatan bergumul pada waktu masing-masing agar tubuh dan hati keduanya digerogoti kegetaran serta kegelisahan?
Yang pada akhirnya akan memperintim dan memperdalam hubungan serta ikatan.
Pr/ Terkadang..
Saya percaya bahwa jarak dan waktu memang bisa memperjarak pula relasi dua insan itu..
Dengan pengecualian, berat tidaknya komitmen dari mereka sendiri.
Namun,
Benar juga ketika mereka jarang dan bahkan lama tak berjumpa, akan lahir kesan kerinduan yang luar biasa.
Lk/ Malam ini istirahatku sepertinya akan sedikit mendebarkan kembali.
Kamu kembali memberiku satu misteri tambahan lagi.
Kenapa kamu dengan mudahnya menyuruhku untuk melupakan?
Melupakan kisah-kisah kita ini...
Pr/ Malam tadi, pantas saja kurasakan sebuah beda dari malam biasa jua.
Padahal, sang surya kembar malam, tertutup awan hingga binasa.
Namun, ilusi bunga tidur yang menjelma bak fatamorgana,
menyentuh singkat, namun terpantul hangat dalam pekanya gendang telinga.
Ternyata itu yang kau sebut sebuah mantra.
Sebuah lagu yang kau katakan bahwa kau telah merapalkannya.
Jadi, terima kasih telah membuat tidurku lebih bermakna. Dengan getar, kita lukis ulang kisah kita dalam ruang gelap yang tak berwujud nyata. Meski, perasaan bersatu dulu itu, kini tersandera.
Lk/ Kurasa rinduku kian kuat menyandera. Kuharap degupanmu bergejolak pula. Kita akan bertemu dan berjumpa.
Komentar
Posting Komentar
Salam kenal 😊 Terima kasih sudah berkomentar. Sering-sering mengecek postingan terbaru dari www.omahloretan.blogspot.com yaa 😊