Kepala Tiga


OMAHLORETAN - Penanda peristiwa hidup itu kembali terulang. Hari ini tepat 19 Januari, 30 tahun yang lalu seluruh cerita itu dimulai. 


Tidak ada ungkapan yang tepat selain rasa syukur yang banyak kepada Tuhan. Manusia tak punya hak memilih terlahir di mana dan di keluarga mana. Namun, manusia selalu tidak salah tempat akan tumbuh dan berkembang di mana.


Itulah yang sangat saya rasakan dalam perjalanan hidup. Pertanyaan-pertanyaan selelu terbersit dalam benak. Dalam banyak momen hidup yang dramatis. 


Saat masa anak-anak. Saat masa remaja, hingga sampai bertemu dengan kepala tiga. Namun, Tuhan selalu punya jawaban tersirat dalam pertanyaan yang ia berikan.


Sekolah dasar adalah masa yang penuh perjuangan sampai dengan sekolah menengah pertama. Lalu sekolah lanjut dan perguruan tinggi. 


Sangat bersyukur pula punya tubuh yang sangat kuat. Mampu melewati ujian dan kesederhanaan dalam waktu yang tak singkat.  

Dihajar keadaan untuk selalu bersabar, ikhlas, dan kreatif dalam berbagai kesempatan. 


Termasuk bertemu dengan banyak orang, juga cinta yang banyak memberikan tak sedikit pelajaran. Terima kasih Tuhan, kau telah memberikan kesempatan dan anugerah menjalani hidup dalam lakon yang berjudul Si Sulung Yang Merantau.


Terima kasih pula kepada keluarga, terutama Bapak, Ibu, dan Adek yang selalu memberikan napas cinta dan kasih sayang dalam membalut kehidupan ini menjadi manis dan bahagia. 


Pada akhirnya, manusia tetaplah manusia. Ia adalah warga surga yang diberikan problematika dan ujian di sebuah tempat yang bernama dunia. 


Soal takaran kesulitan dan kebahagiaan, Tuhan jauh lebih mengetahui tentang apa yang tidak diketahui manusia. Seluruh manusia sama. Tidak ada yang berlebih dan berkurang. Karena sesungguhnya hidup adalah Cakra Manggilingan. Maksudnya, suka dan duka sama porsinya. 


Yang kelak akan membedakan manusia satu dan yang lain adalah soal keyakinan dan keistiqomahannya dalam hal kebaikan. Sebab, dalam hal kebaikan pun, manusia masih saja diuji dan dikasih cobaan. Yang kita punya, hanya hati pikiran, dan Yang memberi hati serta pikiran itu sendiri. 


Berikutnya, buanglah rasa takut serta ragu meski itu sangat tidak mudah. Gengamlah keyakinan. Sebab, hidup adalah soal apa yang kamu tanam. Sekali, dua kali, tiga kali, sampi seterusnya. Sampai akhirnya tugasmu di dunia dianggap selesai oleh Tuhan. Dan, disitulah kelak perasaan lega atau kecewa sudah final di hadapan-Nya. Sehingga jangan pernah menunda. Peganglah kesempatan dengan keyakinan, kesungguhan, dan cinta. Sampai kita terlelap dalam kebaikan dan menggapai surga-Nya. Amiin. Kita berharap bukan tergolong orang yang meragu, bukan?

Komentar