Puisi: Kepala-kepala Manusia


Kuberjalan pada jalan setapak
Di sekelilingnya terlihat kepala-kepala manusia

Tercecer pula darah-darah segar
Yang meliuk-liuk dijalanan basah
Matanya melotot
Dia melototiku
Hingga aku ragu untuk melewati jalan itu

Aku tak mungkin kembali
sebab dibelakang, terlihat kawanan malam yang mencekam
Aku harus berjalan
Terus melanjutkan perjalanan

Saat pikiran berusaha menerka-nerka
Kurasakan kaki tercengkeram oleh tangan
Kulihat tangan keluar dari tanah-tanah yang subur itu

Dia menahanku
Tak sedikitpun membiarkanku bergerak
Kepala-kepala itu tiba-tiba meloncat
Mendekat sembari terus melotot dengan picik
Tak pernah ku sangka berikutnya
Tangan-tanganku tak bisa kugerakkan
Dia hidup tanpa persetujuanku
Lantas ia raih satu kepala yang berkelebat di belakangku

Aku sempat bertanya
Kenapa meraih kepala itu
Kulihat pula aku tak merasa kenal
Tak pernah melihat dia sebelumnya
Lantas tangan kiriku berusaha mencongkel matanya
Hingga sangat kasar
Mata itu pun tak berupa
Tangan kananku pun tergerak mengayun
Terus mengayun-ayunkan dengan memegang rambutnya yang kemilau
Tanpa ada isyarat,
Ia banting kepala itu sekencang-kencangnya

Kepala itu pun hancur
Dia remuk
Dia terkulai tak berdaya
Kusaksikan ceceran organ kepala terurai di mana-mana
Di terpencar
Dia saling menjauh
Lantas kulihat,
mereka kembali menjadi kepala congkak yang tak terhitung jumlahnya


Komentar