Randu yang Menggebu

http://www.caradesain.com/14-foto-indah-lampu-di-malam-hujan/
RANDU melihat jam digital yang terpasang di salah sudut kantor. Ia melihat dua titik berkedip di antara angka 00 dan 01. Lantas, pandanganya mengamati dan mencari seorang senior perempuan yang duduk di seberang pintu keluar. Dia belum pulang, pikirnya. Masak, kalah dengan dia, pikirannya terus menerawang dan menganalisis tindakan yang akan dilakukan berikutnya.

Lumayan lama ia memperhatikan keadaan sekitar. Dipandangnya tumpukan koran-koran bekas di pojok kantor. Diciumnya harum wangi godaan aroma tubuh perempuan yang barusan nyelonong lewat di belakangnya. Cantik, seksi, otaknya kira-kira berkata.

Ia juga serius mengamati layar monitor berukurun 12 inci yang di salah sudutnya tertulis "Bekerjalah dengan hati, jangan setengah-setengah". Sebentar pula, ia selalu berjalan menyusuri dimensi waktu mengingat gadisnya yang mengatakan itu saat berpesan pada hari ulang tahun. Ini pesan atau todongan, tanya Randu kembali.

Ia kembali melemparkan pandangan ke arah pintu keluar. Terlihat senior perempuan tersebut keluar dengan menenteng tas merek ternama lantas berciuman dengan seorang laki-laki. Itu mungkin pacarnya, pikiran randu menerka-nerka. Dia mungkin juga telah menunggu lumayan lama, dugaannya lagi.

Ia pun merapikan meja kerjanya, beranjak dari tempat duduk, lalu bergegas keluar kantor menuju tempat parkir. Ia keluar bersama motornya, menyusuri jalan protokol yang sepi. Dengan bebas, motornya ia liuk-liukan. Sesekali bermain kecepatan pula.

Ia seperti orang yang baru terbebas. Keluar dari kurungan yang mengekang. Sebab, jalanan tersebut akan menjadi ajang adu umpatan saat siang, pagi, sore, hingga malam. Karena itu, malam tersebut adalah malamnya, malam yang membebaskan Randu berolah sesuai keinginannya di jalanan.

Di ujung jalan, sebuah lampu biru mobil patroli polisi berkilauan. Ia pun tak menghiraukannya. Itu hanya tanda untuk menakut-nakuti, paling mereka sedang ngopi di warung sekitar tempat tersebut, pikiran Randu menduga-duga.

Ia terus berjalan, menyusuri jalanan kota yang di pinggir jalannya terdapat pohon-pohon besar. Sesekali ia teringat Dilan dan Milea. Teringat saat mereka berduaan, berpelukan, dan menghakimi kenyataan dengan santainya. Randu tersenyum.

Tersenyum agak pahit. Sebab, sudah satu minggu ini gadisnya tak pernah membalas sapanya. Mulai Whatshaap, BBM, Line, Facebook, Twitter, hingga Instagram. Namun, kesadarannya sedikit tak menghiraukan. Ia terus berjalan, pelan-pelan melalui jalanan kota.

Lalu, ia pun berhenti di taman yang terletak tepat di depan gedung pemerintahan. Disaksikannya muda-mudi beradu kasih di kursi-kursi panjang yang ada di sana.

Satpol PP juga berjalan mondar-mandir mengamati taman dengan muka serius. Randu tetap berada di atas motor. Keinginan duduk di salah satu kursi yang kosong diurungkannya.
Sebab, ia melihat seorang pemuda yang berpakaian rompi bertulisan "Jukir" duduk bersila bermain kartu sembari menyalakan rokok. Menyelam sambil minum air, pikir Randu.

Ia lantas mengeluarkan rokok dari bungkusnya, menyulutnya hingga terbakar sedikit, kemudian menghisapnya pelan. Ia letakkan helm di salah satu ujung spion motornya. Sambil membenarkan posisi duduk, ia membuka telepon gengam pintarnya. Tetap tidak ada balasan. Hatinya terus berdebar menerka-nerka ke mana gadisnya. Apa sekarang dia duduk di taman sembari tertawa lepas seperti yang ia lihat sekarang? Apa dia ingin menyudahi hubungan dengannya? Atau apa dia bosan sehingga ingin menjauh sebentar?.

Pikiran Randu bergerilya mencari-cari pertanyaan beserta jawabannya. Ia kembali mengingat-ingat kejadian sebelum gadisnya menghilang. Diperhatikannya jalanan yang sepi dan lengang. Diisapnya rokok yang terjepit di antara jari telunjuk dan manisnya kembali itu.

Namun, jawaban atas pertanyaan yang tak kunjung ketemu pun mulai membuatnya menyerah. Ia buka telepon gengamnya lagi, lalu didekatkannya benda itu ke samping telinga. Ia merasa kalah karena tak kunjung mendapat jawaban.

Ia ingin bertanya segera serta langsung mencecar banyak pertanyaan kepada gadisnya. Namun, sepertinya hal itu sia-sia, tetap tidak ada jawaban, tidak ada titik terang.
Bluu? .... terdengar suara di depannya. Ia melihat sebuah botol bir bintang terjun bebas dari tangan seorang lelaki yang berjalan menjauh.

Namun, pikirannya tak memebrikan kesempatan beberapa organ tubuhnya merespons kejadian tersebut. Meski, sedikit pikirannya punya rencana mengumpati si pemuda mabuk tersebut, lantas memukul kepalanya dengan botol itu. Sebagai upaya pelampiasan mungkin bisa pula, pikirnya lagi.

Lagi-lagi, gadisnya masih menjadi fokus dunianya saat itu.Pada akhirnya, ia menyerah. "Dan, kenapa percintaan yang suci itu selalu memberikan kesakitan yang mendalam? Yang lebih lagi menyakitkan, kecintaan itu berujung pada kesempitan. Jika kau ingin mendapatkan kemenangan, ketahuilah, aku sudah sangat-sangat kalah telak. Bila yang ku butuhkan adalah perhatian. Mengertilah, dalam diamku, kau adalah penggangu yang menjelma dalam pikiran-pikiranku. Sekali lagi, ketahuilah, kenapa banyak pengacara berkehidupan bahagia dan mewah? Sebab, segala sesuatu itu bisa dinegosiasikan. Termasuk kebahagian kita yang tertunda ini... BLs"
Ketikan pesan Randu menutup keputusasaanya.


bersambung ....

 

Komentar