Wajah Postkolonialisme dalam Cerpen "Penjaga Malam"
Ilustrasi penjaga malam. (Sumber: kompasiana.com) |
Analisis Cerpen "Penjaga Malam"
Karya: Eka Kurniawan
Sebagai
sebuah cerpen yang masuk kedalam kategori cerpen fantastik atau kita dapat
sebut sebagai cerpen yang berbau irasional atau mistis, cerpen secara umum
dominan terhadap hal-hal tersebut. Kaitan dengan wajah psotkolonial dalam
cerpen ini terletak pada gambaran-gambaran irasional tersebut. Argumen tersebut
berdasar pada pertama, adalah mengenai pandangan oriantalisme barat terhadap
timur. Seperti kita ketahui kemunculan teori ini ialah suatu bentuk keresahan
orang-orang yang dalam ini adalah para warga negara yang bertindak sebagai
seorang korban penjajahan tidak menemukan kenyamanan pasca penjajahan diakhiri
oleh sebuah negara yang mendominasi. (Nurhadi, 2011).
Kedua
adalah pemaknaan post dalam kata postkolonial sendiri. Seperti dijelaskan dalam
beberapa makalah maupun buku yang memaparkan penjelasan mengenai postkolonial
telah menegaskan bahwa pemaknaan kata tersebut bukan hanya terletak pada kajian
mengenai sastra dijaman setelah kolonialisme diakhiri melainkan segala hal yang
mengkut masalah yang lebih luas. Dalam hal ini berupa hegemoni kaum yang
dijajah pada masyarakat koloni.
Ketiga
adalah konsep orieantalisme yang didalamnya terdapat pandangan barat terhadap
timur bahwa pola pikirnya lebih ke irasional sedangkan masyarakat barat lebih
ke rasional.
Cerpen
ini bercerita mengenai sebuah peritiwa hilangnya beberapa orang penjaga kampung
yang tiba-tiba saja menghilang detelan kegelapan. Cerita tersebut diawali dari
seorang tokoh dlam cerita tersebut merasakan keanehan yang terjadi dalam desa
yang mereka tinggal tepatnya pada malam giliran ia menjaga desa dari segala
tindak kejahatan. Maka susana yang mencekam dengan cuaca yang sedikit diguyur
hujan rintik2 ditambah sela pikiran tokoh yang memikirkan sesuatu yang buruk
menjadikan lima orang sebagai penjaga kampung tersebut bertamabah ketakutan.
Hingga tiba mereka untuk seger mengecek sesutau terjadi di desa satu persatu
orang. Namun yang terjadi kala itu satu persatu dari mereka malah menghilang
dan tak kembali ke pos penjagaan.
Hal
yang terlihat bahwa cerpen ini ialah sesuatu hal yang irasional sangat
ditonjolkan. Terutama pada saat si tokoh selalu memikirkan keadaan lingkungan
yang sepertinya cuaca buruk namun selalu peikiran dari tokoh ditujukan pada
hal-hal yang bersifat irasional dan sulit diterima akal alias mistik.
…..istriku
yang tengah bunting lima bulan mengaku melihat bajang itu di waktu subuh, ia
menjerit dan aku terbangun. Sejak saat itu ia tak pernah keluar rumah di malam
hari seorang diri. …………
………sejak
ia melihat bajang itu, ia tak melakukannya lagi kecuali aku menemaninnya, dan
subuh ini aku tak akan bersamannya, pikirku serupa satu ramalan yang aneh,
sebab bajang itu mungkin telah masuk ke rumah.
Hal
tersebut kita curigai bukan sebuah hal yang tiba-tiba muncul begitu saja,
melainkan hal tersebut kita artikan sebagai
efek dari perlakuan terhadap
warga pribumi oleh pemerintah penjajah tidak diberinya kesempatan untuk
mengenyam pendidikan sehingga untuk memikirkan hal-hal yang realistis mereka
tidak beranjak sehingga yang terjadi adalah hegemoni pemikiran pada masyarakat
yang pernah terjajah khususnya Indonesia adalah lebih dipercayainya pemikiran
berbau irasional dari pada pemikiran yang rasional.
Komentar
Posting Komentar
Salam kenal 😊 Terima kasih sudah berkomentar. Sering-sering mengecek postingan terbaru dari www.omahloretan.blogspot.com yaa 😊