Yang Kami Sebut Blakontang
Sumber: google Menyusuri jalanan desa, tiga anak kecil sangat teliti mengamati gundukan sampah di pinggir jalan. Saat itu pukul 13.00, sepulang sekolah, seorang menaiki sepeda sembari meneteng tas kresek plastik hitam. Dua anak lainnya berjalan beriringan di sisi kanan dan kiri jalanan. Fokus mereka tetap sama, mendolog pada tumpukan-tumpukan sampah. Tong-tong sampah yang tertutup pun bakal mereka endus, lantas buka dengan pandangan tajam. Ketiganya sangat berharap tas plastik hitam yang disematkan pada stang sepedah bercat hitam itu terisi penuh. Ya, terisi penuh dengan bungkus-bungkus rokok yang berharga mahal. Pemulung? Bukan. Mereka adalah anak-anak polos yang tengah menempuh pendidikan dasar. Untuk mereka, bungkus-bungkus rokok itu menjadi alat transaksi dalam permainan kerakyatan. Blakontang biasa mereka menyebutnya. Sebab, bagi ketiganya, hal tersebut sangat penting. Tak sembarangan bocah bisa berimajinasi dengan barang-barang bekas murahan semacam itu. N