Postingan

Karikatur yang Tak Beratur

Gambar
Bagi saya,  memandang sebuah objek yang non-realis,  tapi bukan pula surealis,  selalu menarik dan lumayan bertahan cukup lama.  Saya masih sangat ingat,  ketika duduk di bangku SD,  sore tepatnya,  ibu saya hendak mengajak pergi ke rumah nenek. Segala persiapan dan seluruh keluarga pastinya diajak.  Namun, kala itu,  kartun Tsubasa sangat menarik perhatian saya. Bahkan, instruksi Ibu untuk saya bersiap tak ter-record sama sekali. Saya tetap meliarkan imajinasi yang saya peroleh dari visualisasi kartun Tsubasa tersebut.  Turut hanyut dan membayangkan bahwa dunia ini tidak nyata alias indah seperti visual kartun itu,  pikir saya. Itulah seni.  Ia merupakan seongok megic yang mampu memberikan energi.  Seperti halnya yang melekat pada seni-seni yang lain semacam sastra berwujud puisi,  prosa, maupun drama. Ia merupakan energi yang mengaktifkan sinyal imajinasi pada manusia. Itu bukan berarti tidak baik atau negatif.  Imajinasi dalam bahasan tersebut bermakna keaktifan sinyal otak

Berkemah Lagi: Bedanya, di Hari Kartini

Gambar
Tahun ini adalah tahun yang ke-7 pergelaran kemah di SD di dekat rumah. Dulu, sebelum ini, kami hanya bertiga. Dua laki-laki dan satu perempuan. Kala itu kami masih SMA. Sebagai bentuk pengabdian, meski sangat kecil, kami bermimpi menguasai kegiatan kepramukaan di kecamatan melalui media tersebut. Karena itu, kami memilih untuk menjadi pembina Pramuka. Bukan bermaksud buruk, kami hanya ingin aktif berkegiatan di tingkat kecamatan. Khususnya membagikan pengalaman berpramuka dari event-event eksternal yang kami ikuti. Dalam upaya itu pula, kami aktif berkegiatan di satuan karya Pramuka seperti di Saka Bhayangkara dan Saka Bhakti Husada. Suatu waktu, saya bersama dengan seorang teman laki-laki sempat melakukan perjalanan dengan berjalan kaki ke Kota Bumi Arema. Tak lain dan tak bukan hanya untuk urusan Pramuka. Sempat pula kami berdua ke Gresik mencari sebuah tas teman perempuan kami yang ketinggalan saat berlomba tingat provinsi yang bertajuk Giat Prestasi Tegak Dega (GPTD). Dal

Tahun Ke-68 Film Kita

Gambar
"Jangan jadi admin medsos Kemdikbud. Berat. Kamu tidak akan kuat. Biar aku saja," tulis akun @kemdikbud Lelaki berpakaian SMA (Iqbal Ramadhan) memegang gagang telepon umum di pinggir jalan. Di tempat yang lain, seorang perempuan menerima telepon dengan wajah semringah (Vannesa Prescilla). ”Jangan rindu, kamu tidak akan kuat. Biar aku saja,” kata sang lelaki lantas menutup telepon. Itulah sepotong adegan film “Dilan 1990” yang sempat viral pada awal 2018. Saking menyedot banyak perhatian warganet, enam instansi pemerintah turut mengunggah status bertema serupa. Misalnya, akun Twitter @ditjenpajak, @infoBMKG, @BPKPgoid. Termasuk akun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dalam @kemdikbud. "Jangan jadi admin medsos Kemdikbud. Berat. Kamu tidak akan kuat. Biar aku saja," tulis akun @kemdikbud. Sejak diluncurkan pada 25 Januari 2018, penikmat film ”Dilan 1990” menembus angka 6,1 juta pada Maret. Jumlah itu sebenarnya masih kalah dengan film

Yang Kami Sebut Blakontang

Gambar
Sumber: google Menyusuri jalanan desa,  tiga anak kecil sangat teliti mengamati gundukan sampah di pinggir jalan.  Saat itu pukul 13.00, sepulang sekolah,  seorang menaiki sepeda sembari meneteng tas kresek plastik hitam.  Dua anak lainnya berjalan beriringan di sisi kanan dan kiri jalanan. Fokus mereka tetap sama, mendolog pada tumpukan-tumpukan sampah. Tong-tong sampah yang tertutup pun bakal mereka endus, lantas buka dengan pandangan tajam. Ketiganya sangat berharap tas plastik hitam yang disematkan pada stang sepedah bercat hitam itu terisi penuh. Ya,  terisi penuh dengan bungkus-bungkus rokok yang berharga mahal. Pemulung?  Bukan. Mereka adalah anak-anak polos yang tengah menempuh pendidikan dasar. Untuk mereka,  bungkus-bungkus rokok itu menjadi alat transaksi dalam permainan kerakyatan. Blakontang biasa mereka menyebutnya. Sebab,  bagi ketiganya, hal tersebut sangat penting.  Tak sembarangan bocah bisa berimajinasi dengan barang-barang bekas murahan semacam itu.  N

Randu yang Menggebu

Gambar
http://www.caradesain.com/14-foto-indah-lampu-di-malam-hujan/ RANDU melihat jam digital yang terpasang di salah sudut kantor. Ia melihat dua titik berkedip di antara angka 00 dan 01. Lantas, pandanganya mengamati dan mencari seorang senior perempuan yang duduk di seberang pintu keluar. Dia belum pulang, pikirnya. Masak, kalah dengan dia, pikirannya terus menerawang dan menganalisis tindakan yang akan dilakukan berikutnya. Lumayan lama ia memperhatikan keadaan sekitar. Dipandangnya tumpukan koran-koran bekas di pojok kantor. Diciumnya harum wangi godaan aroma tubuh perempuan yang barusan nyelonong lewat di belakangnya. Cantik, seksi, otaknya kira-kira berkata. Ia juga serius mengamati layar monitor berukurun 12 inci yang di salah sudutnya tertulis "Bekerjalah dengan hati, jangan setengah-setengah". Sebentar pula, ia selalu berjalan menyusuri dimensi waktu mengingat gadisnya yang mengatakan itu saat berpesan pada hari ulang tahun. Ini pesan atau todongan, tanya Randu kemb

Di Tingkat Mikro, Kedaulatan Pun Penting

Gambar
Ilustrasi: Feri Fenoria Karcis parkir dua ribu tanpa kembalian membuka lakon saya sinau dengan Cak Nun. Balai Pemuda Surabaya pukul 23.00 kala itu, saat saya tiba, sudah lumayan ramai. Meski demikian, dari lamat-lamat alunan sound system yang terdengar ketika memarkir kendaraan, suara yang mengisi masih bukan Cak Nun. Alias, Cak Nun belum munggah atau naik panggung memberikan petuah-petuah. Syukur,  belum ketinggalan. Saya sangat berharap, malam itu isu yang bakal diangkat tentang Jawa. Ya,  minimal soal Jawa lampau atau nilai-nilainya. Namun,  setelah mendapat tempat di pojok sayap kanan belakang panggung,  saya menyimpulkan, dini sebenarnya,  harapan tersebut ternyata salah. Itu saya dapati dari diskusi pembuka yang digelar. Yakni,  bicara soal zalzalah, hiperpesimistis sindrom sebenarnya. Ada Ukhti dan Anak-Anak Sembari menunggu Cak Nun naik,  kepulan rokok yang bersahut-sahutan dari setiap bagian kerumunan masa menarik untuk diperhatikan. Juga,  seloroh "pento

Puisi: Indonesiaku

Gambar
Sebelum ini... Kami mengenalmu di pagi yang buta Kami melepasmu di senja yang merona Pada gelap,  kau terjaga... Menjaga putra putrimu yang sering lupa Indonesiaku.. Tahu,  kami .. Sabang adalah perkasanya tangan kananmu Merauke,  kukuhnya tekad di tangan kirimu Miangas adalah kepalamu yang lugu, namun tak palsu Dan, Rote, kaki-kaki tekadmu yang menyokong kewibawaanmu Indonesiaku.. Kami setuju.. Bahkan sangat sepakat dan sangat setuju Kau begitu jelita.. Kau begitu rupawan... Dan, anggapnya khalayak, Kau sungguh menawan.. Bak potongan surga yang diciptakan Namun,  Indonesiaku... Putra-putrimu mulai lupa, Mulai berkerah hanya untuk kepalsuan Bahkan,  menyulut kesakitanmu melalui kebanggaan dan kesengajaan Indonesiaku.. Kami rindu,  Kami termangu di ujung jendela dengan rintik hujan yang merdu Beberapa mata kami tiba-tiba berair, Dengan mulut yang berkatup dan hati yang meletup Indonesiaku... Maklumkanlah... Beri kejernihan pada pikiran dan hat

Cuci Gudang (Nya Kenangan)

Gambar
Masa lalu adalah tangga.  Tangga yang membawamu ke atas puncak yang berujung.  Kadang pula membawamu pada kebuntuan.  Yang keras,  sangat keras, bahkan tak terdefinisikan. Masa lalu adalah tangga.  Tangga yang membawamu ke atas puncak yang berujung.  Kadang pula membawamu pada kebuntuan.  Yang keras,  sangat keras, bahkan tak terdefinisikan. Yang dibutuhkan untuk mencapai puncak  hanya satu. Keberanian yang militan.  Untuk merangkai tiap keping-keping yang lusuh dan sangat buruk menjadi sebuah bentuk yang kau yakini sebagai akhir dan titik dalam hidupmu- Kisah malam Jum'at bersama kopi, rokok,  dan seorang kawan. Beberapa hari ini saya mengambil cuti.  Hanya tiga hari untuk mengembalikan energi dan berkunjung ke beberapa tempat.  Satu hari untuk keluarga. Satu hari untuk kakek nenek,  dan  satu hari untuk teman-teman. Artinya,  tidak berkunjung ke tempat-tempat instagramable semacam gunung,  pantai, tempat rekreasi, dan tempat-tempat hits lainnya. Meski sebenarnya

Urip Werno-Werno

Gambar
Namanya bukan manusia jika senang berkomentar dan kadang tak ingin dikomentari.  Namun,  hal itu tampaknya memang sudah menjadi naluri yang harus disalurkan oleh mereka. Bukan cuma saya,  Anda pasti sering mendengar komentar miring soal teman atau orang lain. Dan,  pada akhirnya,  kita sering tak sadar untuk ikut berkomentar pula. Padahal,  komentar itu adalah hal yang subjektif. Yang kadang tak pernah dekat dengan kebenaran. Dalam kehidupan,  kebenaran terbagi menjadi tiga.  Yakni,  kebenaran individu,  kelompok,  dan kebenaran mutlak. Tiga hal itulah yang sering memicu terjadinya sikap saling membicarakan satu dengan yang lain. Keberbedaan dan ketidaklaziman sangat berpotensi menimbulkan ujaran perkomentaran.  Padahal,  tidak semua hal bisa dipahami manusia satu dengan yang lain.  Apalagi dengan menyamakan semuanya. Ibarat sebuah laptop,  kemampuan sofware sangat menentukan pembacaan terhadap file tertentu. Tak ubahnya dengan manusia,  apa yang dialami maupun tindakan yang